Langsung ke konten utama

Ultra Petita

Ultra Petita

 

Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta. Ketentuan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut (petitum). Ketentuan HIR merupakan hukum acara yang berlaku di pengadilan perdata di Indonesia.
Ultra petita dilarang, sehingga judec factie yang melanggar dengan alasan ”salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku” dapat mengupayakan kasasi (Pasal 30 UU MA), dan dasar upaya peninjauan kembali (Pasal 67 dan Pasal 74 ayat (1) UU MA). Di dalam hukum hukum perdata berlaku asas hakim bersifat pasif atau hakim ”tidak berbuat apa-apa”, dalam artian ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasanya ditentukan para pihak yang berperkara. Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur). Hakim hanya menentukan, adakah hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pihak itu dapat membenarkan tuntutan hukum mereka. Ia tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain, dan tidak boleh memberikan lebih dari yang diminta.
Berbeda dengan peradilan perdata, hukum acara di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengatur ultra petita. Objek perkara atau objectum litis di MK berbeda dengan peradilan perdata yang melindungi orang perorangan, sedangkan di MK lebih bersifat hukum publik, tidak hanya melindungi kepentingan pihak-pihak yang berperkara, akan tetapi tidak kalah penting di luar para pihak, yaitu seluruh rakyat Indonesia. MK adalah penjaga dan penafsir konstitusi, serta penjaga demokrasi dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara, sehingga karakter dan asas-asas yang berlaku berbeda dengan peradilan lain.
MK dalam putusan pengujian konstitusionalitas undang-undang beberapa kali memutus melebihi permohonan. Pertimbangan MK pada pokoknya sebagai berikut: 1) Undang-undang yang diminta diuji merupakan “jantung” UU sehingga seluruh pasal tidak dapat dilaksanakan; 2) praktik ultra petita oleh MK lazim di negara-negara lain; 3) perkembangan yurisprudensi pengadilan perdata ultra petita diijinkan; 4) pengujian UU menyangkut kepentingan umum akibat hukumnya bersifat erga omnes, berbeda dengan hukum perdata (privat); 5) kebutuhan kemasyarakatan menuntut ultra petita tidak berlaku mutlak; 6) jika kepentingan umum menghendaki hakim tidak boleh terpaku pada permohonan (petitum); 7) permohonan keadilan (ex aequo et bono) dianggap secara hukum diajukan pula dan mengabulkan hal yang tidak dimintakan putusan melebihi putusan.
Sumber: Majalah Konstitusi BMK, No. 27-Maret 2009, hal. 63

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UTANG LUAR NEGERI

  A. LATAR BELAKANG Pemberian  utang  luar  negeri  diawali  pasca  Perang  Dunia  II  dimana negara-negara  di wilayah  utara, bank-bank  swasta serta lembaga  keuangan internasional memberikan pinjaman kepada negara-negara dunia ketiga yang memiliki keinginan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebagai salah satu negara ketiga, Indonesia  juga memiliki utang luar negeri diawali sejak era orde lama hingga saat ini. Awalnya utang tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan namun dikemudian hari selain untuk pembiayaan pembangunan, utang luar negeri juga merupakan tambahan pembiayaan     defisit     anggaran     guna     memacu     pertumbuhan     ekonomi     yang diinginkan. Posisi utang luar negeri Indonesia sampai akhir Maret 2010 mencapai US$180,7 miliar atau setara dengan Rp1.628,4 triliu...

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

                                                                                                                                              BAB I                         ...

PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

PENGERTIAN  SPP : SUATU MEKANISME, PROSEDUR  (CARA PENYELESAIAN) PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA PENGERTIAN SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU (SPPT)  atau  INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM (ICJS) adalah : SUATU CARA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA  SECARA   TERPADU,  MULAI    DARI  TAHAP    PENYELIDIKAN /PENYIDIKAN,  PENUNTUTAN,  PEMERIKSAAN DIDEPAN PERSIDANGAN,    PENJATUHAN      PUTUSAN,     UPAYA HUKUM,  SAMPAI  DENGAN   PELAKSANAAN PUTUSAN YANG     TELAH    MEMPEROLEH    KEKUATAN  HUKUM  TETAP. APA PENTINGNYANYA SPPT atau ICJS ? SPPT  atau    ICJS     PENTING    KARENA      MERUPAKAN INSTRUMENT   DALAM     KERANGKA    MEWUJUDKAN PENEGAKAN HUKUM PI...